Minggu, 23 November 2014

askep pertusis



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar belakang
Di Negara yang sedang berkembang termasuk Indonesia, sebelum ditemukannya vaksin, angka kejadian dan kematian akibat menderita pertusis cukup tinggi. Ternyata 80% anak-anak dibawah umur 5 tahun pernah terserang penyakit pertusis, sedangkan untuk orang dewasa sekitar 20% dari jumlah penduduk total.
Dengan kemajuan perkembangan antibiotic dan program imunisasi maka mortalitas dan mordibitas penyakit ini mulai menurun. Namun demikian penyakit ini masih merupakan salah satu masalah kesehatan terutama mengenai bayi-bayi dibawah umur.
Pertusis sangat infesius pada orang yang tidak memiliki kekebalan. Penyakit ini mudah menyebar ketika si penderita batuk. Sekali orang terinfeksi pertusis maka orang tersebut kebal terhadap penyakit untuk beberapa tahun tetapi tidak seumur hidup, kadang-kadang kembali terinfeksi beberapa tahun kemudian. Pada saat ini vaksin pertusistidak dianjurkan bagi orang dewasa. Walaupun orang dewasa sering sebagai penyebab pertusis pada anak-anak, mungkin vaksin orang dewasa dianjurkan untuk masa depan.

B.     Rumusan masalah
1.   Bagaimana konsep teori dari pertusis?
2.   Bagaimana asuhan keperawatan pada anak dengan pertusis?

C.    Tujuan
1.   Tujuan umum
Mengetahui dan memahami bagaimana membuat asuhan keperawatan masalah pernapasan dengan gangguan pertusis.
2.   Tujuan khusus
Mahasiswa akan mampu
a.    Memahami definisi pertusis
b.   Mengetahui etiologi terjadinya pertusis
c.    Mengetahui patofisiologi terjadinya pertusis
d.   Mengidentifikasi manifestasi klinis yang dapat ditemukan pada klien anak pertusis
e.    Mengidentifikasi penatalaksanaan klien anak dengan pertusis
f.    Merumuskan asuhan keperawatan pada klien anak dengan pertusis meliputi WOC, analisis data, pengkajian, diagnosis, intervensi.

D.    Manfaat
Bisa lebih mengetahui dan memahami bagaimana gangguan pertusis terjadi, bagaimana cara mengobati serta bagaimana menyusun Asuhan keperawatannya.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A.    Definisi pertusis
Pertusis adalah suatu infeksi akut saluran nafas yang mengenai setiap pejamu yang rentan, tetapi paling sering dan serius pada anak-anak, (Behrman, 1992). Definisi pertusis lainnya adalah penyakit infeksi akut pada saluran pernafasan yang sangat menular dengan ditandai oleh suatu sindrom yang terdiri dari batuk yang bersifat spasmodic dan parocsismal disertai nada yang meninggi, (Rampengan, 1993). Penyakit ini ditandai dengan demam dan perkembangan batuk semakin berat. Batuk adalah gejala khas dari batuk rejan atau pertusis. Serangan batuk terjadi tiba-tiba dan berlanjut terus tanpa henti hingga seluruh udara di dalam paru-paru terbuang keluar. Akibatnya saat napas berikutnya pasien pertusis telah kekurangan udara sehingga bernapas dengan cepat, suara pernapasan berbunyi seperti pada bayi yang baru lahir berumur kurang dari 6 bulan dan pada orang dewasa bunyi ini sering tidak terdengar. Batuk pada pertusis biasanya sangat parah hingga muntah-muntah dan penderita sangat kelelahan setelah serangan batuk.

B.     Etiologi pertusis
Pertusis biasanya disebabkan diantaranya sebagai berikut :
Bordetella pertusis (Hemophilis pertusis). Suatu penyakit sejenis telah dihubungkan dengan infeksi oleh bordetella para pertusis, B. bronchiseptia dan virus.

C.    Patofisiologi Pertusis
Infeksi diperoleh oleh inhalasi yang mengandung bakteri Bordetella pertusis. Perubahan inflamasi dipandang sebagai organism proliferasi di mukosa sepanjang aluran pernafasan, terutama di dalam bronkus dan bronkiolus, mukosa yang padat dan disusupi dengan neutrofil, dan ada akumulasi lendir lengket dan leukosit di lumina bronchial. Gumpalan basil terlihat dalam silia epitel trakea dan bronchial, dibawahnya yang ada nekrosis dari epithelium basiliar. Obstruksi parsial oleh plak lendir di saluran pernafasan. (Wong, 2004).
D.    Manifestasi Klinis Pertusis
Pada pertusis, masa inkubasi 7-14 hari, penyakit berlangsung 6-8 minggu atau lebih dan berlangsung dalam 3 stadium yaitu :
1.      Stadium kataralis/stadium prodomal/stadium pro paroksimal
a.       Lamanya 1-2 minggu
b.      Gejala permulaannya yaitu timbulnya gejala infeksi saluran pernafasan bagian atas, yaitu timbulnya rinore dengan lendir yang jernih.
1)      Kemerahan konjungtiva, lakrimasi
2)      Batuk dan panas ringan
3)      Anoreksia kongesti nasalis
c.       Selama masa ini penyakit sulit dibedakan dengan common cold.
d.      Batuk yang timbul mula-mula malam hari, siang hari menjadi hebat, secret pun banyak dan menjadi kental dan lengket.
2.      Stadium paroksimal/stadium spasmodic
a.       Lamanya 2-4 minggu
b.      Selama stadium ini batuk menjadi hebat ditandai oleh whoop (batuk yang bunyinya nyaring) sering terdengar pada saat penderita menarik nafas pada akhir serangan batuk. Batuk dengan 5-10 kali, selama batuk anak tak dapat bernafas dan pada akhir serangan batuk anak mulai menarik nafas dengan cepat dan dalam. Sehingga terdengar bunyi melengking (whoop) dan diakhiri dengan muntah.
c.       Batuk ini dapat berlangsung terus menerus, selama beberapa bulan tanpa adanya infeksi aktif dan dapat menjadi lebih berat.
d.      Selama serangan, wajah merah, sianosis, mata tampak menonjol, lidah terjlur, lakrimasi, salvias dan pelebaran vena leher.
e.       Batuk mudah dibangkitkan oleh stress emosional missal menangis dan aktivitas fisik (makan, minum, bersin, dll)
3.      Stadium konvaresens
a.       Terjadi pada minggu ke 4-6 setelah  gejala awal
b.      Gejala yang muncul antara lain batuk berkurang
c.       Nafsu makan timbul kembali, muntah berkurang
d.      Anak merasa lebih baik
e.       Pada beberapa penderita batuk terjadi selama berbulan-bulan akibat gangguan pada saluran pernafasan.

E.     Pemeriksaan Diagnostik
Pada stadium kataralis dan permulaan stadium spasmodic jumlah leukosit meninggi kadang sampai 15000-45000/mm3 dengan limfositosis, diagnosis, dapat diperkuat dengan mengisolasi kuman dari sekresi jalan nafas yang dikeluarkan pada waktu batuk. Secara laboratorium diagnosis pertusis dapat ditentukan berdasarkan adanya kuman dalam biakan atau dengan pemerisaan imunofluoresen.

F.     Penatalaksanaan
Anti mikroba
Pemakai obat-obatan ini dianjurkan pada stadium kataralis yang dini. Eritrimisin merupakan anti mikroba yang sampai saat ini dianggap paling efektif dibandingkan dengan amoxilin, kloramphenikol ataupun tetrasiklin. Dosis yang dianjurkan 50mg/kg BB/hari, terjadi dalam 4 dosis selama 5-7 hari.
Kortikosteroid
1.      Betametason oral dosis 0,075 mg/lb BB/hari
2.      Hidrokortison suksinat (sulokortef) I.M dosis 30 mg/kg BB/hari kemudian diturunkan perlahan dan dihentikan pada hari ke 8
3.      Predsinore oral 2,5 – 5 mg/hari berguna dalam pengobatan pertusis terutama pada bayi muda dengan serangan proksimal.
Salbutamol efektif terhadap pengobatan pertusis dengan cara kerja :
a.       Beta 2 adrenergik stimulant
1)      Mengurangi paroksimal khas
2)      Mengurangi frekuensi dan lamanya whoop
3)      Mengurangi frekuensi apneu
b.      Terapi suportif
1)      Lingkungan perawatan penderita yang tenang
2)      Pemberian makanan, hindari makanan yang sulit ditelan, sebaiknya makanan cair, bila muntah diberikan cairan dan elektrolit secara parental
3)      Pembersihan jalan nafas
4)      Oksigen


BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK AN. A,
Di Ruang Anak RSUD DR Soetomo Surabaya
Tanggal pengkajian : 8 september 2010
Jam 11.30
I.       IDENTITAS KLIEN
Nama Bayi            : An A
TTL                       : 7/09/03
Umur                     : 7 tahun 1 hari
Nama ayah/ibu      : Tn. M (Alm) / Ny. M
Pekerjaan Ibu        : Buruh
Alamat                  : Penanggulan RT 04 RW I Pegandon – Kendal
Agama                   : Islam
Suku Bangsa         : Jawa
Pendidikan ayah   : SD
Pendidikan ibu      : SD
Diagnosa               : Pertusis
                                      
A.    RIWAYAT SAKIT DAN KESEHATAN
1.      Keluhan utama :
batuk rejan
2.      Riwayat penyakit sekarang :
An. A tinggal bersama orang tuanya ditempat yang padat penduduk. Satu minggu terakhir An. A mengeluh pusing kepada ibunya. Ibu mengetahui an. A demam dan batuk yang timbul mula-mula malam hari. Setiap kali batuk an. A disertai rasa muntah, terkadang sampai muntah. Nafsu makan an. A menurun karena seringnya batuk. Hingga karena batuknya semakin hebat, ibunya memutuskan untuk dibawa ke rumah sakit.
3.      Riwayat penyakit dahulu :
Tidak ada
4.      Riwayat penyakit keluarga :
Tidak ada

B.     OBSERVASI DAN PEMERIKSAAN FISIK
1.      Keadaan umum : baik, kesadaran kompos mentis
2.      Tanda-tanda vital
S          : 37,40
N         : 102 x/mnt
TD       : 110/80 mmHg
RR       : 30 x/mnt

C.    REVIEW OF SYSTEM
1.      Pernafasan B1 (breath)
Bentuk dada         : normal
Pola nafas              : tidak teratur
Suara nafas            : ronchi
Batuk                    : ya, ada secret
Retraksi otot bantu nafas : ada
Alat bantu pernafasan : nasal kanul 3 Ipm
2.      Kardiovaskular B2 (blood)
Irama jantung        : regular
Nyeri dada                        : tidak
Bunyi jantung       : normal
Akral                     : panas
3.      Persyarafan B3 (brain)
Keluhan pusing     (+)
Gangguan tidur     (+)
Penglihatan (mata) : anemia
Pendengaran (telinga) : tidak ada gangguan
Penciuman (hidung) : tidak ada gangguan
4.      Perkemihan B4 (bladder)
Kebersihan            : bersih
Bentuk alat kelamin : normal
Uretra                    : normal
5.      Pencernaan B5 (bowel)
Nafsu makan         : menurun
Porsi makan           : tidak habis, 3x sehari
Mulut                    : bersih
Mukosa                 : lembap
6.      Musculoskeletal/integument B6 (bone)
Kemampuan pergerakan sendi : bebas

D.    PEMERIKSAAN PENUNJANG
1.      Pemeriksaan darah lengkap (DL) jumlah leukosit antara 11000-75000 sel/m3darah
2.      Kultur Bordetella Pertusis
Foto Thoraks menunjukkan adanya atelektasis

II.    DIAGNOSA KEPERAWATAN
1.      Bersihan jalan napas tidak efektif b/d peningkatan produksi mucus
2.      Pola napas tidak efektif b/d tidak adekuatnya ventilasi
3.      Gangguan rasa aman dan nyaman b/d aktivitas batuk yang meningkat
4.      Resiko kekurangan volume cairan b/d intake klien yang kurang
5.      Resiko kekurangan nutrisi b/d adanya mual dan muntah
6.      Hyperthermy b/d infeksi saluran nafas.


III. INTERVENSI KEPERAWATAN
NO
DIAGNOSA KEPERAWATAN
INTERVENSI
RASIONAL
1.
Bersihan jalan nafas tidak efektif b/d sekresi yang berlebihan dan kental .
Tujuan : status ventilasi saluran pernafasan baik.
kriteria hasil :
1.   RR normal : 18-30 x/mnt
2.   Suara nafas  tambahan tidak ada
3.   Pernafasan menjadi mudah
1.   Memberikan cairan hangat sedikitnya 1,9 – 2,8 liter/hari
2.   Beritahukan orang tua tentang perlunya batuk efektif bagi anak, sekalipun upaya itu menyakitkan.
3.   Kolaborasi : pemberian obat depresan batuk, ekspektorant sesuai indikasi.
1.   Secret kental dapat menyebabkan atelektasis (penyempitan bronkus)
2.   Jelaskan dan demonstrasikan manfaat latihan batuk yang dapat meningkatkan kerjasama antara orangtua dan anak
3.   Untuk menurunkan sekresi secret dijalan nafas dan menurunkan resiko keparahan.
2.
Pola nafas tidak efektif.
Tujuan : menunjukkan pola nafas efektif dengan frekuensi dan kedalaman dalam rentang normal.
Criteria hasil :
1.   Frekuensi pernafasan normal (18-30 x/menit)
2.   Retraksi otot bantu nafas normal.
1.   Posisikan anak dalam keadaan semifowler.
2.   Memberikan oksigenasi  dengan pemberian nasal kanul 3 Ipm
1.   Posisi semifowler membantu mempermudah pernafasan
2.   Dengan pemberian oksigenasi kebutuhan oksigen terpenuhi sehingga pola nafas menjadi efektif.
3.
Hyperthermia
Tujuan : suhu tubuh normal
Kriteria hasil :
1.   Suhu tubuh normal (36 – 37,50 C)
2.   Tidak terdapat tanda infeksi (rubor, dolor, kalor, tumor, fungsiolesa)
1.   Memberikan kompres hangat
2.   Kolaborasi pemberian antipiretik
3.   Memonitor suhu tubuh setiap 2 jam.
1.   Merangsang pusat pengatur panas untuk menurunkan produksi panas tubuh
2.   Merangsang pusat pengatur panas di otak
3.   Deteksi dini terjadinya perubahan abnormal fungsi tubuh
4.
Resiko kekurangan volume cairan b/d intake klien yang kurang.
Tujuan : intake sama dengan  output.
Kriteria hasil :
1.   Tekanan vital stabil
2.   Turgor kulit baik
3.   Membrane mukosa lembap
4.   Pengisian kapiler cepat.
1.   Memberikan cairan berupa teh encer, jus apel dalam jumlah 15 mL, tetapi sering
2.   Observasi turgor kulit, kelembapan mukosa (bibir dan lidah)
3.   Catat cairan intake dan output
4.   Pantau masukan dan keluaran, catat warna, karakter urine. Hitung keseimbangan cairan.
1.   Pemenuhan dasar kebutuhan cairan menurunkan resiko dehidrasi
2.   Indicator langsung keadekuatan volume cairan, meskipun membrane mukosa mulut mungkin kering karena nafas mulut dan oksigen tambahan.
3.   Penurunan sirkulasi volume cairan menyebabkan kekeringan mukosa dan pemekatan urine.
4.   Memberikan informasi tentang keadekuatan volume cairan dan kebutuhan penggantian.
5.
Gangguan rasa aman dan nyaman b/d aktivitas batuk yang meningkat
1.   Menemani dan membantu anak pada saat batuk bila anak muntah
2.   Meminimalkan anak untuk menangis atau tertawa/bercanda yang berlebihan
3.   Pemberian obat setelah anak mendapat serangan batuk dan sudah reda
1.   Mengurangi rasa gelisah dan kesulitan bernafas pada anak
2.   Penyebab serangan batuk dapat berkurang
3.   Obat tidak akan terbuang sia-sia kalau diberikan setelah anak mendapat serangan batuk
6.
Resiko kekurangan nutrisi b/d adanya mual dan muntah.
Tujuan : kebutuhan nutrisi terpenuhi.
Kriteria hasil :
1.   Menunjukkan peningkatan nafsu makan
2.   Mempertahankan/meningkatkan berat badan.
1.   Berikan asupan gizi dengan jumlah kalori = 80/kkal kg BB. Berikan protein sebanyak 40 gram.
2.   Identifikasi faktor yang menimbulkan mual/muntah, misalnya sputum yang banyak, pengobatan aerosol, dispnea berat, nyeri
3.   Meminimalkan pemberian susu yang terlalu manis atau makanan yang digoreng atau terlalu asin.
1.   Nutrisi yang kurang menyebabkan daya tahan tubuh semakin menurun
2.   Pilihan intervensi tergantung pada penyebab masalah
3.   Susu yang terlalu manis dan goring-gorengan dapat merangsang reflek batuk yang meningkat.

IV. EVALUASI
1.      Status ventilasi saluran pernafasan baik
2.      Menunjukkan pola nafas efektif dengan frekuensi dan kedalaman dalam rentang normal dan paru jelas atau bersih
3.      Tidak terjadi resiko infeksi
4.      Pasien dapat tidur dan istirahat sesuai kebutuhannya
5.      Kekurangan volume cairan tidak terjadi
6.      Resiko kekurangan nutrisi kurang dari kebutuhan tidak terjadi
7.      Melaporkan/menunjukkan peningkatan toleransi terhadap aktivitas.


BAB IV
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat kami ambil dari penjelasan isi makalah diatas adalah sebagai berikut :
1.      Pertusis adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh bakteri Bordotella pertusis.
2.      Pertusis dapat mengenai semua golongan umur dan terbanyak mengenai anak 1-5 tahun. Tiga tahapan dari penyakit pertusis adalah : tahap kataralis, paroksimal, dan konvelensi.
3.      Asuhan keperawatan pada penderita pertusis secara garis besar adalah menjaga kebersihan jalan nafas agar terbebas dari bakteri pertusis.
B.     Saran
Sebagai perawat diharapkan mampu untuk melakukan asuhan keperawatan terhadap penderita pertusis . karena seringkali pada penderita pertusis disertai dengan komplikasi. Keadaan ini akan menyebabkan penderitaan yang berkepanjangan. Oleh karena itu, penyakit batuk rejan perlu dicegah. Cara yang paling mudah adalah dengan pemberian imunisasi bersama vaksin lain yang biasa disebut DPT dan polio.
Perawata juga harus mampu berperan sebagai pendidik. Dalam hal ini melakukan penyuluhan mengenai pentingnya imunisasi dan imunisasi akan berdaya guna jika dilakukan sesuai dengan program. Selain itu perawat harus memberikan pengetahuan pada orang tua mengenai penyakit pertusis secara jelas dan lengkap. Terutama mengenai tanda-tanda, penanganan dan pencegahannya.


DAFTAR PUSTAKA

Hidayat, A. Aziz Alimul.2006.Pengantar Ilmu Keperawatan Anak.Jakarta :Salemba Medika
Ngastiah.2005.Perawatan Anak Sakit. Edisi 2.Jakarta : EGC
Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI.1985.Ilmu Kesehatan Anak.Jakarta : Info Medika
Suriadi, dan Yuliani Rita.2001.Asuhan Keperawatan Pada Anak.Edisi 1. Jakarta : PT Fajar Interpratama.
Wong, Donna L.2004.Keperawatan Pediatrik.Edisi 4.Jakarta : EGC

Tidak ada komentar:

Posting Komentar